Ternak kelinci, merupakan salah satu usaha agribisnis yang sangat menguntungkan. Kian hari kian diperhitungkan. Nah, membicarakan kelinci, tentu tak lepas dari sosok yang satu ini. Dialah Sukarno Munawar.
Sosok ini dikenal sebagai perintis usaha peternakan kelinci yang ada di Jawa Tengah, khususnya di wilayah Kabupaten Magelang dan sekitarnya. Berkat kerja kerasnya, kelinci menjadi salah satu primadona di dunia peternakan.
“Usaha di budidaya kelinci itu, minim modal, tapi sangat menguntungkan. Bisa dijadikan bisnis sampingan, ataupun juga sumber penghasilan,” begitu papar Sukarno Munawar (42), warga Dusun Klabaran, Sumberejo, Ngablak, Magelang.
Sebagai bukti dari keberhasilannya itu, menjadikan lelaki yang akrab disapa Karno ini dikenal sebagai peternak kelinci suskes di wilayah Magelang. Langkahnya itu diikuti oleh ribuan peternak lainnya, yang tersebar di wilayah Kecamatan Ngablak maupun sekabupaten Magelang.
Berkat ternak kelincinya itu, menjadikan perubahan secara ekonomi bagi Karno. Itu juga yang menjadikan,, kenapa banyak warga yang mengikuti jejaknya, beternak kelinci. Padahal, pada awal merintis ternak kelinci ini, Karno sempat jadi bahan tertawaan.
Cerita Karno, itu semua terjadi 18 tahun silam. Bermula dari bantuan 25 ekor kelinci asal Australia oleh Presiden Suharto di Desa Sumberejo. Karena mayoritas warganya adalah petani sayuran, maka mereka tak tahu cara merawat dan memperlakukan kelinci Australia ini.
“Banyak yang mati, karena tak tahu cara merawatnya. Ketika pertama datang, gemuk-gemuk. Tapi lama dipelihara, kok malah tambah kurus dan banyak yang mati,” cerita Karno, laki-laki jebolan SD ini.
Hal ini membuat Karno merasa prihatin. Dari total 25 bantuan kelinci yang ada, yang tersisa cuma 3 ekor, milik Suwarto, ayah Sukarno. Berawal dari 3 ekor kelinci jenis Flamish Giant inilah, Karno belajar merawat dan membesarkannya, secara otodidak.
Dua tahun merawat dan memelihara kelinci Australi tersebut, menjadikannya beranak pinak. Dari 3 ekor tersebut berhasil menurunkan 40 anakan. Oleh Karno, semua dipelihara hingga usia 7 bulan. Usaha yang dirintis Karno ini, justru menjadi bahan tertawaan warga sekitar.
Kata mereka, kalau mau investasi di ternak, ya kambing ataupun sapi. Bukannya kelinci. Anggapannya, beternak kelinci sangat tidak berprospek dan tidak menjanjikan. Merekapun mengejek dan mencemooh Karno ini.
Namun ternyata, kelinci-kelinci Australi yang dipelihara Karno ini laku dibeli orang. Harga 3 ekor kelinci saat itu, Rp 100.000,-. Harga yang cukup tinggi untuk ukuran saat itu. Mereka yang mulanya mencemooh Karno seakan tak percaya.
“Kalau dari sisi bisnis, jelas lebih menguntungkan kelinci. Dalam satu tahun, kelinci bisa beranak 3-4 kali. Sekali beranak, bisa 3-10 ekor,” kata Karno, yang bercita-cita bisa naik haji dari kelinci ini.
Hal itu, menurut Karno sangat bertolak belakang jika dibandingkan beternak kambing. Dimana dalam setahun, cuma bisa beranak satu kali. Sekali beranak cuma seekor. Sebagai perbandingan, harga seekor kambing pada saat itu (th 90an) di kisaran Rp 150.000,-/ekor.
Di Mana Saka Kapan Saja Selalu Promosi
Apa yang dilakukan Karno ini menjadi bukti, kalau beternak kelinci ternyata lebih berprospek dan lebih menguntungkan. Iapun berusaha menularkan ilmu pengetahuannya tentang beternak kelinci pada warga lainnya. Berbagai upaya ia lakukan.
“Setiap ada perkumpulan, baik itu tingkat RT, desa, pokoknya perkumpulan yang melibatkan banyak orang, saya minta sedikit waktu untuk mensosialisasikan tentang budidaya kelinci Australi ini,” jelas ayah 2 anak ini.
Sampai-sampai, untuk menarik minat warga lainnya, setiap kali ada transaksi pembelian kelinci di tempatnya, Karno selalu minta agar transaksi dan pembayaran kelinci dilakukan di pasar Ngablak. Ini untuk menunjukkan, kalau kelinci yang dipeliharanya ternyata berharga tinggi.
Lambat laun, keberhasilan Karno ini mulai diikuti lainnya. Banyak sekali kelinci hasil budidayanya yang dikembangkan peternak lainnya, baik di wilayah Ngablak dan Magelang sendiri maupun luar daerah.
Dari banyaknya peternak kelinci yang berada di wilayah Ngablak sendiri, terbanyak berada di Desa Sumberejo sendiri. Di desa ini, terdapat 80an peternak kelinci. Di desa ini juga dibentuk kelompok peternak kelinci Sumber Makmur, yang diketuai Karno sendiri.
Saat ini, berbagai jenis kelinci Australi dikembangkan Karno, juga peternak lainnya. Diantaranya jenis Flamis Giant, New Zealand, Fuji Love, Lion England, Reg, Spot, Sakin, serta masih banyak lagi. Dari semua jenis tadi, yang paling laku saat ini New Zealand.
500 Ekor Anakan Tiap Bulan
Kelinci yang dibudidayakan Karno ini adalah jenis kelinci Australi. Dari penampilannya saja, kelinci-kelinci jenis ini sangat berbeda dengan kelinci lokal. Postur tubuhnya lebih besar, serta penampilan bulunya lebih halus.
“Secara keseluruhan, kelinci yang kita pelihara ini dikomersilkan sebagai kelinci hias. Jadi yang dijual adalah penampilannya. Semakin indah bulunya, maka semakin tinggi harganya,” jelas suami dari Riayatun ini.
Meksi begitu, dalam penjualannya, kelinci-kelinci Australi ini terbagi menjadi 3 kelas, dimana harganya juga berlainan. Untuk kelas yang pertama, kelinci kategori kelinci hias. Pada kelinci kategori hias ini, yang dijadikan patokan adalah penampilannya yang sempurna, meliputi bulu dan postur tubuhnya, juga gen kelinci itu sendiri.
Jika penampilannya menarik, berpostur besar serta gennya masih keturunan asli (maksimal turunan ke 3), maka bisa masuk kategori Hias ini. Harga perekornya mencapai Rp 250.000,- untuk usia 7 bulan.
Dibawahnya ada kelas untuk pengembangan ternak. Pada kelas ini, kelinci dinilai sebagai indukan yang memiliki nilai produktifitas yang tinggi. Jika kelinci mampu beranak dalam jumlah ideal, yakni sekali beternak antara 6-8 ekor, dengan angka kematian yang minim, maka bisa masuk kategori untuk pengembangan ternak ini. Harga perekornya mencapai Rp 250.000,-.
“Yang paling bawah, kelas afkiran. Yang tidak masuk ketegori kelinci hias, ataupun untuk pengembangan ternak, masuknya ketegori afkiran ini. Jenis afkiran ini untuk dipotong. Menjualnya perkilo. Semakin berat badannya, harganya semakin tinggi. Saat ini, harga perkilonya Rp 17.500,-,” jelas Karno panjang lebar.
Untuk masalah pemasaran, Karno merasa tak kesulitan. Setiap minggunya, kelinci-kelinci ini sudah diambil para pedagang. Setiap minggunya ada pesanan rutin anakan kelinci hingga 500 ekor. Untuk anakan kelinci ini, dijual pada usia 1 bulan, dengan harga Rp 12.500,-/ekor.
Selain diambil pedagang dalam bentuk anakan tadi, banyak konsumen yang datang langsung ke daerah Ngablak ini, untuk kulakan kelinci secara langsung. Karena banyaknya peternak kelinci, maka konsumen diberi kebebasan untuk menentukan pilihanya. Untuk harga jualnya, standar.
Kata Karno, setiap saat ada saja konsumen yang datang untuk membeli kelinci-kelinci Australi ini. Tak hanya lokal Magelang dan sekitarnya, tapi banyak juga yang berasal dari luar daerah, seperti dari Jawa Timur, Jawa Barat hingga Jakarta.
Meski sudah dikenal sebagai perintis dan peternak kelinci sukses, namun pada awalnya, Karno juga sempat nyaris gulung tikar, karena semua kelincinya nyaris mati. Itu terjadi, karena semua kelincinya mengalami keracunan, akibat pemberian pakan limbah sayur yang habis disemprot pestisida.
Daerah dimana Karno tinggal merupakan dataran tinggi, yang ketinggiannya di atas 1000m dpl. Dari pengalamannya, semakin tinggi (dingin) tempat untuk budidaya kelinci, maka hasilnya akan semakin baik.
Kualitas bulu kelinci Australi akan tumbuh sempurna, jika dipelihara di daerah dingin. Peternak juga tak perlu repot-repot memberinya minum. Cukup pakan rumput, ataupun campuran bekatul dan ampas tahu.
Menurut Karno, tak ada kendala yang berarti dalam budidaya kelinci Australi ini. Yang perlu diperhatikan, adalah saat musim pancaroba (pergantian musim). Pada musim pancaroba ini, kelinci perlu mendapat perhatian lebih, karena rawan penyakit.
“Ada obsesi yang belum kesampaian. Yakni, menjadikan kelinci ini sebagai kelinci potong. Itu berdasarkan pantauan, dengan banyaknya rumah makan dan restoran yang membutuhkan daging kelinci. Karena yang dijual dagingnya, maka kelinci jenis ini tulangnya kecil, tapi memiliki daging yang banyak,” pungkas Karno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar